Kerupuk Kehidupan

undefined
undefined. undefined

Kerupuk? Ya, kerupuk. Makanan ringan dari Indonesia yang digemari banyak orang. Dari golongan bawah sampai golongan atas. Dari rakyat jelata sampai presiden pun makan krupuk. Tapi kenapa krupuk? Aku akan bercerita tentang seseorang yang hidup dari krupuk. Siapa itu? AKU SENDIRI

Aku adalah seorang anak yang lahir di sebuah desa kecil di Jawa Tengah. Seperti anak-anak desa lainnya, setiap hari tempat bermainku adalah sawah dan pekarangan di sekitar rumah-rumah. Bersama teman-teman kecilku tertawa bersama dan berlari-lari. Tanpa beban saat itu kurasa. Aku bukan berasal dari keluarga kaya. Ayahku saat itu adalah seorang penjahit baju di sebuah konveksi di kota Solo. Ibuku hanyalah karyawan kecil di sebuah pabrik, juga di kota Solo. Kedua orang tuaku bekerja di kota Solo, tetapi aku tinggal bersama nenekku di Klaten. Aku juga mempunyai adik perempuan yang umurnya lebih muda 2 tahun dariku. Mira namanya. Dan dia juga seperti aku.

Kata nenekku, sejak umur 1 bulan aku ditinggal ayah dan ibuku untuk bekerja di kota Solo dan aku tinggal bersama nenek dan kakekku di desa. Aku yang masih kecil saat itu hanyalah bisa berkata”Ooowwhh, gitu y nek” saat nenek bercerita. Entah kenapa aku tidak merasa marah saat itu. Nenek begitu pintar menenangkanku. Nenekku berkata,”Gak papa. Bapak sama Ibu kerja buat beli susu buat kamu dan adikku”. Pintar sekali nenek menenangkanku di saat aku rindu ayah dan ibuku. Nenek tahu kalau aku sangat sayang dengan adikku. Memang saat itu ayah dan ibuku jarang pulang ke rumah. Kadang seminggu sekali, dua minggu sekali bahkan sebulan sekali. Aku masih ingat saat itu aku ketiduran saat menunggu ayah dan ibuku pulang. Tetapi hingga pagi datang, aku tak mendapati ayah dan ibuku di rumah. Begitu bangun tidur, aku langsung menghampiri nenek yang sedang memasak. “Nek, bapak ibu gak pulang ya ?”. Nenek tersenyum dan berkata, “gak papa. Mungkin besok pulangnya. Kan lagi cari duit buat beli susu buat kamu dan adik”. Aku cuma diam lalu minta gendong sama nenek. Begitu polosnya aku saat itu.

Sejak kecil aku diajarkan untuk menghargai apa yang dimiliki, berusaha untuk mendapatkan sesuatu, dan bersyukur dengan apa yang ada. Mandiri begitu sangat ditekankan padaku. Sejak kelas 5 SD, aku harus mencuci dan menyetrika bajuku sendiri. Kelas 6 SD aku harus bisa memasak nasi. Memang sejak kecil aku sadar kalau aku bukanlah orang kaya yang bisa semau mereka. Kadang aku masih heran dengan apa yang ku lakukan saat masih kecil dulu. Di saat anak-anak lain merengek agar dibelikan sesuatu, aku malah menolaknya dengan berkata, “Gak usah beli aja bu. Mahal harganya. Buat beli susu buat adik aja”, aku berkata dengan polosnya. Padahal saat itu ibuku begitu bersemangat untuk membelikanku mainan. Entah kenapa aku begitu mengerti keadaan kami. Tidak Cuma sekali,tetapi beberapa kali seperti itu.

Saat aku kelas 5 SD, ayah dan ibuku memutuskan untuk bekerja membuat rambak. Ya sejenis kerupuk gitu lah, tetapi warnanya coklat. Aku saat itu senang sekali, karena ayah dan ibu bakal dirumah terus. Dan mulai saat itu juga, aku diajarkan untuk mengerti betapa kerasnya hidup.

Membuat rambak dimulai sejak dari pagi buta dan sampai malam. Pagi-pagi sekali aku bangun untuk membantu ayah dan ibuku menyiapkan segala sesuatunya sampai waktunya aku berangkat sekolah. Sepulang sekolah, aku kembali membantu ayah dan ibu membuat rambak. Dan itu sampai malam menjelang. Kadang ibuku menyuruhku berhenti membantu agar aku belajar, tetapi aku tetap ngeyel untuk membantu. Memang saat itu aku rela menghabiskan sebagian waktuku untuk membantu ayah dan ibuku. Di pikiranku aku tanamkan bahwa pekerjaan ini pada akhirnya untuk membiayai sekolahmu dan adikmu. Kemudian saat aku kelas 3 SMP ayah dan ibuku memutuskan untuk membuat kerupuk. Ya, kerupuk seperti yang dijual di warung dan rumah makan. Dengan begitu semakin banyak waktu yang harus kusisihkan untuk membantu ayah dan ibuku. Begitu seterusnya sampai aku SMA. Bekerja dari pagi sampai malam. Sering aku baru mandi pukul 11 malam. Kemudian harus bangun pukul 3 pagi untuk belajar. Memang kadang hatiku sedikit protes dengan ini, tetapi aku berhasil mengatasinya. Dengan kembali menanamkan bahwa pekerjaan ini adalah untuk mebiayaiku dan adikku.

Sejak kecil aku hidup dari kerupuk, dan segala sesuatu yang aku punya juga berasal dari kerupuk. Dari hal ini aku belajar sesuatu bahwa aku harus bisa menghargai apa yang telah aku punya, mensyukuri apa yang Allah SWT telah berikan padaku. Aku mengakui kalau aku bukan berasal dari keluarga kaya, tetapi dari keluarga yang sederhana. Untuk bisa makan setiap hari kami harus bekerja keras. Terkadang aku disepelekan karena aku berasal dari keluarga miskin. Aku sudah terbiasa dengan itu. Di tinggalkan teman karena aku tak punya apa-apa. Memang menyakitkan. Tetapi aku sudah terbiasa dengan itu.

Kerupuk telah mengajariku bagaimana menghargai. Kerupuk telah mengajariku bagaimana bersyukur. Kerupuk telah mengajariku apa itu arti kehidupan. Kerupuk telah mengajariku apa arti dari kesabaran. Kerupuk telah mengajariku tentang memahami orang lain. dan kerupuk telah mengajariku tentang kerja keras.

Your Reply